MEDIASINERGI.CO JAKARTA — Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Hendry Ch Bangun, prihatin terhadap kasus penangkapan Direktur Pemberitaan JAKTV, Tian Bahtiar. Kejaksaan menuduh yang bersangkutan menyebarkan narasi negatif terkait penyidikan Kejaksaan Agung dalam sejumlah perkara korupsi. Menurutnya, kasus ini seharusnya diselesaikan melalui mekanisme etik pers, bukan langsung ditrangkap atau dikriminalisasi.
“Menurut saya, berita itu masuk ranah etik, seberapa parah pun isinya. Kalau dianggap beritikad buruk, ya diberi hak jawab atau diminta minta maaf. Jika perlu, bisa dimintakan penilaian ke Dewan Pers. Bukan langsung ditangkap,” kata Hendry, Selasa 22 April 2025.
Pernyataan Hendry merespons penjelasan Kejaksaan Agung seperti dimuat di media yang menyebut Tian Bahtiar menerima bayaran sebesar Rp478 juta untuk menyebarkan opini yang dinilai menyudutkan Kejagung terkait tiga perkara besar: korupsi timah, ekspor CPO, dan importasi gula.
Hendry menegaskan bahwa Kejaksaan Agung tidak memiliki kompetensi menilai suatu karya jurnalistik. Menurutnya, lembaga yang berwenang untuk itu adalah Dewan Pers, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999.
“Penilaian terhadap berita, apakah itu negatif, beritikad buruk, atau partisan, ada di tangan Dewan Pers. Bukan lembaga lain,” tegas Hendry.
Ia juga mengingatkan bahwa antara Dewan Pers dan Polri, telah ada Nota Kesepahaman (MoU) bahkan diperkuat dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS), yang menyepakati bahwa Dewan Pers harus terlebih dahulu dimintai pendapat jika ada pihak yang ingin mempidanakan karya jurnalistik.