oleh rukman nawawi
– kita berterima kasih kepada siwo pwi, berhasil kerja sama dgn kemenpora dalam pelaksanaan konkernas, porwanas, dan dbon.
+ iya, memang kita patut berterima kasih kepada siwo, namun sayangnya tujuan porwanas tercederai adanya oknum sok jagoan memukul sesama temen wartawan.
– aduh bro, ini kan ajang silaturahmi, ngumpul-ngumpul sambil kangen-kangenan, ketawa-ketawaan dan rekreasi ?
+ betul bro, siwo berhasil mengumpulkan kita, tapi sayang di beberapa cabor porwanas masih ada adu jotos.
– bro, temen-temen minta pengurus pusat mengevaluasi sistem dan ketegasan persyaratan peserta cabor.
+ harusnya begitu bro, kalau gak bisa, bubarkan saja cabor yg berpotensi adu fisik. Seperti *sepak bola dan futsal.*
Lagi pula bro, harusnya sebelum bertanding, dibacakan dulu nama-nama pemain, lengkap dengan lampiran persyaratan, seperti copy kartu ukw, kartu pwi anggota biasa beserta kartu tanda penduduk oleh panitia keabsahan atau dewan hakim ?
Semua persyaratan itu *harus* diperlihatan sebelum bertanding. Jangan hanya bentuk pengakuan-pengakuan lisan saja dari peserta cabor.
– udalah bro, kita serahkan saja masalah porwanas dibahas di rakornas siwo mendatang.
+ ok bro….
– bro, kenapa sih tidak ada lomba karaoke pwi, seperti ikwi ?
+ kalau itu sih bisa dipertimbangkan di porwanas mendatang. Asal jangan ada wartawan lulusan kdi atau indonesian idol…
heheheee….
– eh bro, di konkernas, kata temen-temen ada pula yg aneh-aneh ?
+ oh banyak bro, ada masalah peraturan dasar (pd), peraturan rumah tangga (prt) dan ada pula di kode perilaku wartawan (kpw).
– apanya yang aneh-aneh bro ?
+ katanya sih itu pd-prt dan kpw ga sempat diplenokan saat kongres 2018 lalu. Jadinya, banyak pasal-pasal tumpang-tindih, alias dipahami sendiri-sendiri. Misalnya dicampur-adukkan peran wartawan yang menjalankan aktivitas organisasi dan watawan yg menjalankan profesi jurnalistik.
– wah, kok bisa begitu bro ?
+ itulah kalau pd-prt dan kpw ga punya penjelasan seperti kode etik jurnalistik (kej).
– bro, kasus pa basril basar di sumatera barat itu gimana ?
+ nah, ini lagi-lagi terjadi beda pemahaman dan penafsiran.
Katanya di pd melarang jabatan pengurus lebih dari 2 X secara berturut-turut. Ada yg memahami, kalau ga berturut-turut, atau jeda sekali, berarti bisa dong maju lagi?