Home / Artikel

Senin, 28 Februari 2022 - 19:49 WIB

Kiat Menulis: Bertutur tentang Sosok di Media Massa

Mohammad Nasir

Mohammad Nasir

Oleh: Mohammad Nasir

MEDIASINERGI.CO, JAKARTA — PERNAHKAH Anda membaca cerita perjalanan hidup seseorang ? Cerita perjalanan hidup secara utuh mulai lahir hingga fase tertentu atau sampai meninggal yang ditulis oleh orang lain disebut biografi. Kalau itu ditulis sendiri namanya autobiografi. Lalu apa bedanya dengan tulisan sosok atau profil seseorang di media massa?

Cakupan cerita pada bentangan fase kehidupan dalam biografi ditulis lebih lengkap sehingga tidak mungkin dituangkan dalam surat kabar atau majalah. Biasanya ditulis dalam bentuk buku.

Begitu pula tulisan memoir (memoar) yang berisi beberapa fase kehidupan menonjol—ditulis lebih ringkas dari biografi—biasanya juga disajikan dalam bentuk buku.

Sementara sosok yang berisi cerita kehidupan, kiprah nyata, perjuangan, dan pemikirannya, disajikan di media massa dengan ukuran sekira setengah halaman atau cukup seperempat halaman koran lebar, bahkan lebih pendek lagi.

Di era media siber, panjang pendek tulisan tidak begitu penting, akan tetapi penulis harus tetap mempertimbangkan ketersediaan waktu pembaca, supaya tingkat keterbacaannya tinggi. Pembaca biasanya sebelum membaca, terlebih dahulu melihat panjang tulisan atau waktu yang dibutuhkan untuk membaca.

Ketika dirasakan akan memakan waktu lama, pembaca akan menunda membacanya, menunggu ada waktu santai di lain kesempatan. Sementara untuk menjawab rasa ingin tahu, pembaca biasanya langsung menuju ke infografis (kalau tersedia). Infografis biasanya memuat informasi biodata singkat, seperti nama, tempat dan tanggal lahir, pendidikan, dan pekerjaan.

Memilih Tema

Manusia itu menyerap segala pengetahuan, mendalami apa yang dimaui. Keluasan dan kedalaman pengetahuan, serta pengalamannya tidak terukur. Manusia itu multidimensi. Jika ditulis secara utuh dalam satu tulisan sosok, pasti tidak cukup.

Baca Juga:  Tanggulangi TB di Wajo, TB Care Aisyiyah Harapkan Pemerintah Desa dan Kelurahan Bentuk Kader TB

Ada beberapa buku yang memuat banyak tulisan sosok, dari tema yang berbeda-beda, masing-masing bisa berdiri sendiri, tetapi semua saling terkait dan hanya membicarakan satu orang subjek. Misalnya, buku Jejak Langkah Jakob Oetama, Warisan Sang Pemula, Penerbit Buku Kompas, 2020, memuat banyak tulisan yang semuanya memuat sosok Jakob Oetama, pendiri Kompas Gramedia.

Di dalamnya ada tulisan “Nama yang Profetik” karya Ignatius Kardinal Suharyo, “Jalan Kemanusiaan Jakob Oetama” oleh Trias Kuncahyono, “Jakob Oetama Humanis Agung” oleh Ahmad Syafi’I Maarif, “Sang Begawan” oleh M. Jusuf Kalla, “Saya Adalah Wartawan” oleh Sindhunata, “Tak Ingin Dipersalahkan Sejarah” oleh Rikard Bagun, dan “Kemanusiaan Menjulang ke Langit” yang saya tulis, dan tulisan-tulisan wartawan senior lainnya, seperti Sutta Dharmasaputra, dan Ilham Khoiri.

Di sini saya hanya ingin menyampaikan pesan bahwa tulisan sosok satu orang subjek bisa dikerjakan bersama-sama. Masing-masing wartawan mendapat tema dan angle yang berbeda-beda. Kumpulan tulisan itu bisa dijadikan dalam satu buku.

Tetapi kalau kita menulis hanya satu tema untuk suatu penerbitan media, harus memilih satu tema yang paling menarik, tema yang paling dikuasai subjek, dan aktual. Pemilihan satu tema diperlukan untuk menjaga cerita tidak meluas kemana-mana.

Jika subjek ketika diwawancara berbicara di luar tema yang ditentukan, kita kembalikan ke tema yang kita rencanakan. Bisa saja ketika diwawancarai soal pendidikan, subjek cerita soal ekonomi yang tidak berkait pendidikan. Silakan saja subjek berbicara di luar tema, tetapi itu tidak menjadi bagian materi yang akan ditulis.

Memanggungkan Orang

Ada pengetahuan dasar yang harus diketahui oleh wartawan penulis sosok. Sosok yang dimaksud di sini adalah orang. Berarti tulisan ini memanggungkan orang. Orang yang punya kiprah dan kepedulian yang luar biasa kepada kehidupan orang banyak, kepada manusia dan kemanusiaan, kepada bidang pendidikan atau bidang lainnya.

Baca Juga:  Kabar Baik dan Kabar Buruk Pers Indonesia

Tujuan menulis sosok bukan untuk memamerkan perbuatan baik, tetapi menyebarluaskan supaya diteladani oleh banyak orang. Apa yang ditampilkan?

Seperti yang dipahami secara umum, manusia terdiri atas dua bagian: jasmani dan rohani, mind and body, pikiran/ucapan dan perbuatan, materialistik dan idealistik. Kedua-duanya saling mempengaruhi atau dapat dikatakan “yang terlihat bagian dari yang tidak terlihat”.

Dalam mewawancarai subjek, kita mengamati kebendaan (materialistik) dan terus menggali isi pikiran subjek (idealistik). Materialistik, segala sesuatu yang bersifat materi, seperti tempat, ruangan, gedung sekolah, kampus, perbuatan atau tindakan dan lain-lain.

Mendiskripsikan Benda

Semua yang bersifat materi bisa dilihat dan didiskripsikan, seperti kemegahan kampus, kerapuhan bangunan sekolah dasar, dan lain sebagainya.

Juga materi yang berkaitan dengan keberhasilan subjek, apa yang telah dilakukan subjek, dan apa saja yang sedang dijalankan. Tubuh juga termasuk materi yang bisa didiskripsikan dalam penulisan sosok misalnya menggambarkan wajahnya, warna rambut, warna mata, dan warna kulit, serta warna baju yang dipakainya, dan benda-benda perhiasan yang melekat tubuhnya.

Apa itu diskripsi? Diskripsi itu menggambarkan situasi, tempat, benda-benda sekitar, suara, rasa, warna secara rinci sehingga pembaca seakan-akan menyaksikan sendiri.

Apa bedanya dengan narasi? Narasi itu menggambarkan kegiatan, urutan kejadian yang dramatis, pengalaman dengan detil dan jelas dalam tulisan. Narasi dan diskripsi sama detailnya.

Share :

Baca Juga

Artikel

Profesi Kita dan Ghibah

Artikel

Harapan dari Hari Pers Nasional

Artikel

Kredibilitas Wartawan

Artikel

Que Sera Sera

Artikel

Selayang Pandang Peringatan HALUN 2022 dan Lahirnya Organisasi LLI

Artikel

Ternyata Doa Bisa Mengubah Takdir Seseorang

Artikel

Relevansi Eksistensi PWI

Artikel

Bulan Mei dan Pers Kita